Pendahuluan
Begitu banyaknya kegiatan dan aktivitas
kehidupan ini yang masih tergantung pada hujan atau panas. Pengaruh
hujan dan panas di bidang pertanian sangat dominan. Kita masih ingat
begitu banyak dan luasnya lahan pertanian yang kering hingga gagal panen
akibat tidak adanya hujan. Demikian pula banyak hasil panen yang tidak
bisa dinikmati atau rusak dan harganya menjadi jatuh, karena tidak ada
panas untuk menjemurnya.
Meditasi
akbar yang digelar di tanah lapang pada saat fullmoon, menjadi bubar
berantakan, pesertanya berhamburan mencari tempat berteduh, karena
tiba-tiba turun hujan. Demikian pula di tengah khusuknya menjalankan
sholat Idul Fitri, terganggu pula karena tiba-tiba hujan deras. Pesta
meriah di tempat terbuka menjadi kacau karena hujan lebat yang tiba-tiba
turun seperti dicurahkan dari langit.
Adakah yang bisa dijadikan tumpuan
kesalahan atas kegagalan pesta serta kerugian panen yang diderita para
petani? Apakah ada yang dapat dijadikan kambing hitam? Misal, kebocoran
ozon di atmosfir bumi atau pemanasan bumi karena penebangan hutan di
Asia hingga menimbulkan efek rumah kaca, yang mengacaukan tata iklim dan
cuaca kita saat ini. Atau panitia lupa menghubungi si Pawang Hujan,
atau lupa menyediakan 75 payung, atau keliru melakukan analisa luasnya
terpal dan layar panggung. Tentu menarik sekali untuk disimak!
Diperlukan sikap yang bijak
Kebutuhan untuk sesaat menunda turunnya
hujan, sehingga terbit matahari dan reda hujannya, kadang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan yang penuh mekanisme dan aktivitas ini.
Sebenarnya sudah cukup banyak dalam masyarakat tradisional dari beragam
etnik dan suku di Nusantara, yang mempunyai teknik menunda atau
menurunkan hujan. Banyak pula pawang hujan yang ada di desa-desa dan
kota, yang mampu melakukan teknik penundaan hujan. Hanya saja tidak
mudah untuk dipelajari atau sulit diwariskan kepada orang lain.
Akibatnya daya linuwih itu sulit dikategorikan dalam kelompok ilmu
pengetahuan.
Dalam pembahasan makalah ini, kita akan
menggunakan energi prana untuk menunda atau menghentikan hujan. Dalam
situasi yang gawat pada tingkat musim kemarau kering yang
berkepanjangan, energi prana dapat kita manfaatkan untuk menurunkan
hujan. Namun dengan catatan, hendaknya bukan untuk main-main atau
egoisme semata-mata. Karena fenomena alam ini sangat diatur oleh Yang
Maha Khalik, sehingga permainan hujan panas secara serampangan pasti
akan menyebabkan sekelompok orang lain dirugikan. Oleh sebab itu
penggunaannya harus sangat bijaksana dan peduli pada kepentingan orang
lain.
Sebagai contoh, kita mencoba menunda
hujan di suatu daerah kecil demi kepentingan proyek kita di situ untuk
waktu beberapa saat dan alhasil hujan pun berhenti selama dua minggu.
Padahal di daerah itu para petani sedang ramai-ramai menabur bibit
palawija yang diprogram secara gotong royong. Maka kesedihan akan mereka
alami, karena bibit tidak bisa tumbuh serempak dengan baik, atau mati
kekeringan. Demikian sebaliknya kita menginginkan turun hujan sesaat
hanya untuk kepentingan sesaat yang tidak begitu penting, maka orang
lain yang sedang memanfaatkan musim panas akan sangat dirugikan,
misalnya musim pra panen tembakau, musim membuat garam, dan bagi orang
yang sedang mempunyai hajat, akan sangat disusahkan. Oleh sebab itu
yakinkan agar lingkungan sekitar Anda tidak dirugikan. Mungkin kita bisa
mengelak dengan argumen, bila permohonan hujan atau panas berhasil,
berarti Yang Maha Khalik Semesta Alam merestui. Namun sangat kasihan
orang tidak memahami teknik ini, yang terkena dampaknya.
Dalam pembahasan berikut ini, akan kami
paparkan cara menunda atau mengalihkan hujan ke tempat lain yang lebih
memerlukan, dengan teknik tradisional sederhana yang hasilnya cukup
memuaskan, lengkap dengan analisanya. Selanjutnya kita akan bahas teknik
mengalihkan atau menunda hujan, dan juga sebaliknya untuk menarik hujan
dengan pendekatan Konsep dan Teknik Penggunaan Energi Prana.
Menunda Hujan Metode Tradisional Sederhana
yang di gunakan untuk menolak atau lebih
tepat menunda dan mengalihkan hujan model tradisional, kadang sangat
menggelikan. Namun kenyataannya berpeluang 75% sukses. Katakanlah 4 kali
melakukan, 3 kali akan berhasil. Biasanya di gunakan apabila seseorang
sedang mempunyai hajat besar, dan takut terganggu oleh hujan. Cara yang
di gunakan sangat banyak ragamnya dan bersifat kedaerahan. Dari budaya
Jawa, ada beberapa yang populer yakni, dengan:
- Melemparkan celana dalam calon mempelai ke atas genting.
- Mendirikan sapu lidi dengan ditusuk cabai merah dan bawang merah.
- Mendirikan sapu lidi dengan rapalan dan doa secara kejawen.
Tidak tertutup kemungkinan penggunaan
daya linuwih untuk menolak atau menyingkirkan hujan, misal dengan puasa
dan matiraga serta bentuk keprihatinan lain seperti istiqotsah. Namun
sehubungan dengan bahasan penggunaan Energi Prana, maka hanya cara
tradisional sederhana saja yang kami sampaikan, sebagai pembanding dan
pendamping.
Cara tradisional 1;
Dengan melemparkan celana dalam calon
mempelai wanita oleh mempelai wanita itu sendiri. Ini di maksudkan untuk
menunjukkan keprihatinan dan harapan pada Sang Khalik Semesta Alam,
akan kepolosan dan kepasrahan bahwa hanya Yuhan yang akan mengabulkan
harapan agar tidak hujan, pada saat pesta perkawinannya. Dengan dilempar
ke atas genting, diharapkan air membalik ke atas dan tidak jadi turun.
Sama hakikatnya seperti kepercayaan bahwa gigi bawah yang putus, harus
selalu tumbuh ke atas, maka dilempar mengarah ke atas yakni ke genting,
sedang gigi atas yang lepas ditanam atau dibuang ke bawah, agar cepat
tumbuh mengarah lurus ke bawah.
Cara tradisional 2;
Yaitu penancapan lombok dan cabai merah
pada ujung sapu lidi “gerang” ( sapu lidi tua yang sudah aus terpakai)
yang didirikan terbalik. Penggunaan ini tanpa harus berdoa maupun
membacakan rapal atau kata-kata sakti. Bila ditanyakan pada sebagian
besar orang yang melakukan, maka jawabnya singkat saja, yakni biar pedas
dan panas sehingga tidak jadi turun hujan. Ditinjau secara konsep
Prana, maka lidi yang diberi bawang merah dan cabai merah banyak
mengadung Prana Merah, yang bersifat hangat, memperluas, memperlebar
mendung hitam tebal menjadi tipis karena diperlebar dan bersifat
konstruktif. Dengan demikian mendung yang menggelantung, jadi pudar dan
gagal turun menjadi hujan. Suasana jadi konstruktif dan melegakan.
Hakikatnya sama dengan cara mengusir tamu yang sangat membosankan dan
tidak kunjung pulang. Hal ini banyak dilakukan gadis-gadis Jawa yang
dikunjungi oleh para jejaka di malam minggu yang tidak disukai namun
tidak berani mengusirnya, atau bila sudah terlalu malam dan
berkecenderungan tidak segera pulang.
Dengan cara menggunakan
“munthu”
atau batu pelumat, uleg sambal pada cobek dan mengacungkannya serta
memperagakan seperti menggilas lombok dan bawang merah, memutar kekiri,
dari bilik atau ruangan lain dan mengarah ke sang tamu yang bandel.
Dalam waktu 5 sampai 7 menit tamu tak dikehendaki itu akan segera
permisi pulang. Tentu yang menjadi pertanyaan mengapa tidak mengacungkan
dan memutar senduk es atau senduk sayur saja. Mungkin Anda bisa
menjawabnya?
Cara tradisional 3;
Yakni dengan menggunakan sapu lidi yang
didirikan terbalik, namun sapunya dibuka selebar-lebarnya. Bila perlu
diikatkan pada tonggak, sehingga tidak jatuh. Bila jatuh maka hujan
tidak akan turun. Setelah sapu dipasang terbalik menghadap ke langit,
sambil ikatan sapu dipegang erat-erat dengan tangan kanan, sambil
mengucapkan doa dengan mantap sebagai berikut:
Cara yang ketiga ini banyak kami gunakan,
sebelum mengenal energi Prana. Yang kami warisi dari ibu yang berasal
dari keluarga petani. Apabila sedang menjemur padi seusai panen, atau
bila mempunyai hajat atau sedang melakukan kegiatan luar ruang dan
khawatir terganggu oleh hujan yang turun, padahal mendung sudah gelap
dan datang berarak-arakan. Peluang keberhasilannya sangat besar, yakni
mendekati 95 % ( dari 20 kali melakukan, hanya 1 kali gagal). Yang
terpenting, sapu tetap mengarah ke atas, dan lidi-lidinya membuka lebar
mengarah ke segenap penjuru mata angin serta tidak jatuh. Bagi para
pemula, tingkat keberhasilannya dimulai dari 50%, dan apabila Anda
sering melakukannya di musim hujan, maka seakan-akan Anda sudah dikenal
oleh semesta alam atau Sang Khalik si empunya fenomena alam sebagai
pelanggan tetap, yang layak untuk dilayani permohonannya.
Namun saat ini teknik dan tata cara-cara tradisional telah dapat diganti
dengan penggunaan energi atau tenaga prana, yang lebih praktis tanpa
harus menyiapkan sapu lidi ataupun cabai dan bawang merah. Sebelum
memastikan Tekniknya, kami coba mengungkapkan Konsep, dengan cara
pendekatan Ilmu dan Seni Tenaga Prana lebih dulu, sehingga mudah
memahaminya.
MENUNDA HUJAN ATAU MENURUNKAN HUJAN DENGAN ENERGI PRANA
Energi
Prana merupakan berkah dan rasa cinta Tuhan Yang Maha Khalik Semesta
Alam, kepada kehidupan semua makhluk di alam raya, khususnya manusia.
Energi Prana merupakan energi yang berkaitan erat dengan lingkungan
hidup, dan berlimpah tersedia di mana-mana. Tuhan memberikan energi
dalam sumber yang beraneka ragamnya. Ada yang berasal dari matahari atau
prana matahari; demikian pula energi prana yang terkandung di udara
atau yang disebut dengan butir-butir vitalitas udara. Juga Prana yang
berasal dari bumi atau butir-butir vitalitas bumi. Selain itu, masih ada
pula sumber-sumber energi prana yang bersifat tidak permanen, namun
masih bisa memberikan dayanya, akibat dari sangat kuat dan banyaknya
menyerap prana matahari, udara dan bumi. Sebagai contoh pohon yang tua,
sehat dan besar, kemudian air yang mengalir, makanan, sayur-sayuran dan
buah-buahan yang segar. Juga tempat-tempat tertentu di mana banyak orang
berdoa atau berhubungan dengan Sang Pencipta. Demikian pula
tempat-tempat yang terbentuk oleh alam seperti gunung, lembah dan hutan
rekreasi yang subur, sangat terasakan besar energi prananya. Namun
sebaliknya terdapat pula tempat-tempat yang kurang baik atau sangat
sedikit energi Prananya, bahkan banyak energi kotor yang mudah
mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, sebagai contoh: rumah sakit,
pabrik yang penuh polusi, kamar jenasah, kuburan, tempat di atas
septiktank dan lainnya.
Dilihat dari waktunya, maka Prana akan
terpancar banyak sekali dan berlimpah pada siang hari, sebaliknya habis
tengah malam antara jam jam 02.00, 03.00 sampai jam 04.00, energi prana
udara sangat rendah, sehingga orang sulit sekali untuk bangun. Mereka
memperebutkan prana yang sangat tipis pada jam-jam itu dengan
menggunakan pernapasan perut yang panjang, sama seperti kita kalau
bernafas menghisap energi prana. Setelah jam 05.00, mereka bangun
bersyukur kepada Tuhan dengan doa pagi atau subuh karena telah berhasil
tetap hidup. Mereka semua mendapat energi vital dan siap melanjutkan
kehidupan hari baru yang penuh energi vital bumi, udara dan prana
matahari di siang hari.
Apabila mendung gelap, atau musim hujan yang berkepanjangan, dapat
dipastikan merupakan hari-hari yang sangat sedikit energi Prananya.
Hujan yang terus-terusan, mendung dan banjir tentu banyak orang
kekurangan energi Prana lalu mudah sakit. Bisa kita rasakan langit dan
udara yang biasa cerah sedang menderita dan prihatin, cahaya matahari
ditutup awan-awan gelap yang menggelantung. Prana udara kacau
terkontaminasi uap air, hingga kelembaban udara tinggi, prana bumi
tergenangi air. Fenomena alam ini tentu mengusik kita sebagai Pranawan
untuk meresponnya.
Beberapa konsep yang telah
dipertimbangkan, sehingga dapat ditemukannya teknik penggunaan energi
Prana untuk mengalihkan, menunda, menghentikan atau bahkan menurunkan
hujan, sesuai dengan kebutuhan, adalah sebagai berikut:
- Yang memiliki fenomena alam berupa angin, hujan atau panas dan gempa bumi adalah Yang Maha Pencipta Semesta Alam .
- Prana berwarna mempunyai kegunaan sendiri-sendiri, sehingga dalam teknik aplikasinya, jenis warna harus tidak boleh keliru.
- Bahwa langit yang mendung dan hujan yang terus-menerus, menyebabkan prana di udara sangat berkurang sekali
- Energi Prana mengikuti pikiran, sehingga bisa diarahkan dan diprogram sesuai keinginan dan kebutuhan dengan perkenan-Nya
- Untuk menunda atau mengalihkan hujan dan menurunkan hujan, energi Prana memerlukan satuan waktu yang cukup dan kumulatif
- Prana merupakan Ilmu Pengetahuan dan Seni, sehingga dalam penerapannya perlu memadukan kedua aspek tersebut.
- Peraturan emas tetap berlaku, walaupun sifatnya sangat sederhana.
Berdasarkan konsep tersebut, maka
yang paling utama dan pertama kali adalah bagaimana agar dalam melakukan
praktik ini harus selalu kepada si Empunya Alam Semesta. Kemudian
mempertimbangkan dan meneliti apakah ada pihak-pihak yang dirugikan
seandainya harus turun hujan atau panas, karena peraturan emas tetap
berlaku.
Programkan kapan harus berhenti dan kapan
harus turun hujan dengan mempertimbangkan bahwa untuk dapat berhenti
dari hujan umumnya lebih cepat. Untuk program segera turun hujan pada
musim kemarau atau pada cuaca yang cerah, membutuhkan durasi waktu untuk
mengumpulkan kelembaban yang cukup. Namun pengalaman kami, kadang pada
cuaca yang cerah dapat segera hujan turun dengan deras sesuai program
kita. Dalam kaitan itu tidak lagi melalui pendekatan ilmu dan teknik
saja, melainkan pendekatan seni perlu dilakukan juga.
Pendekatan seni yang kami maksudkan,
adalah keyakinan kita akan kemanjuran aplikasi menolak, atau menunda dan
menurunkan hujan ini. Keragu-raguan merupakan penghambatan program
pula, karena energi mengikuti pikiran. Pendekatan seni lain adalah
visualisasi dan kapan harus berhenti memberi energi .
Teknik Terapan dengan Tenaga Prana
Setelah mengerti dan memahami konsep
tenaga Prana yang digunakan untuk menunda, mengalihkan ataupun menarik
turun hujan, maka barulah kita dapat menggunakan teknik dan memilih
energi Prana mana yang paling cocok untuk menanggapi fenomena hujan dan
cuaca panas itu.
Penggunaan teknik ini, mengambil metoda
dan konsep Penggunaan Tenaga Prana tingkat Lanjut, yang telah dirancang
oleh Master Choa Kok Sui yang kita cintai dan telah kita rasakan
manfaatnya.
TEKNIK MENUNDA ATAU MEMINDAHKAN HUJAN
TEKNIK MENDATANGKAN HUJAN
Namun bukan berarti teknik tingkat dasar
yang masih menggunakan Prana Putih, tidak layak digunakan. Hanya saja
demi efektivitas. Kemampuan tingkat visualisasi dan kemampuan
kontemplasi mempergunakan prana warna pada pranawan tingkat dasar belum
sepenuhnya diajarkan.
Penutup
Dengan menerapkan teknik mengalihkan atau
menunda hujan atau sebaliknya menarik turun hujan pada tempat yang
memerlukan, maka sebenarnya kita telah merasakan berkat Tuhan Semesta
Alam.
Bukan pada tempatnya untuk memamerkan Ilmu dan Seni menolak dan
menurunkan hujan dengan tenaga Prana semata-mata untuk bermain-main. Hal
itu sama saja dengan mempermainkan Khalik Semesta Alam. Oleh sebab itu
hanya Anda yang bijak saja yang akan merasakan manfaat ini.
Makalah yang sangat menarik ini telah
dimuat di MediaPrana no. 7, September 1999. Dan sudah ditampilkan dalam
Konvensi Penyembuh Prana Nasional I di Jakarta tahun 2000, Konvensi
Penyembuh Prana Dunia di Bali tahun 2002, Sarasehan Penyembuh Prana
Nasional di Salatiga tahun 2006, dan sekarang sekali lagi dimuat dengan
lebih lengkap blog ini. Bagi yang sudah berhasil melakukannya dengan
sukses, silahkan mengirimkan kisah keberhasilannya ke redaksi
MediaPrana.
Semoga bermanfaat dan salam Prana!
———-